Minggu, 07 April 2013

BENING



“sudah tidak ada jalan lagi, kita harus membunuhnya…”
Suasana mendadak hening.
Kicauan burung tak semerdu biasa. Lazuard imendadak kelam tatkala senandung kepedihan berdendang. Angin menebarkan kekhawatiran hingga ke penjuru bumi. Akankah kenistaan insane akan mengoyakkan segalanya atau haruskah pertumpahan amarah yang menyadarkannya?
“baiklah apa yang harus kita lakukan?”
“Aku punyagigi yang  tajam. Aku bisa mengoyak tubuhnya hingga keluar seluruh isi di perutnya….”
“aku juga mampu membuatnya tak berdaya. Dengan tubuhku,  aku mampu melilitnya hingga mereka kesulitan bernapas dan akhirnya mereka mati mengenaskan…lalu bagaimana denganmu?”
“aku…aku tidak tahu..”
“haahh.. bodoh. Tidakkah kau tahu? Kau adalah korban utama di sini. Jika mereka terus mengganggu kita, mungkin 5 atau 10 tahun lagi tidak akan ada generasi penerus kita. Apakah kau mau seperti itu?”
“tentu saja aku tidak mau…”
“bagus kalau begitu. Lalu apa yang akan kau lakukan?”
“baiklah aku akan melakukan dengan caraku sendiri…”
“tapi tunggu, apa rencanamu? Kami akan membantumu..”

Aku terdiam. Ah memang benar. Sudah tak seperti sedia kala. Bumi seakan enggan tatkala kaki ini berpijak. Dan alam yang begitu panas.
Ku  teruskan menyusuri jalan ini. Entah apa yang aku lakukan. Semuanya tak dapat tertafsirkan.

“hai berhenti..”

Langkah ini mendadak terkunci. Ku menoleh sejenak dan tersentak.
“hai…”
“apakah yang kau lakukan disini?”
“aku tidak melakukan apa-apa..”
“kalau begitu lekas pergilah atau kau akan celaka…”
“tapi mengapa ikan? Bukankah kita sahabat?”
“ maafkan aku kawan,  ini karena ulah  kalian. Karena kalianlah kami kehilangan tempat tinggal  yang nyaman…”
“tapi itu bukan aku. Aku tidak seperti mereka..”
“sama saja. Karena kalianlah aku kehilangan keluargaku. Bahkan kalian dengan tega menyengat ibuku dengan listrik. Itu sungguh kejam kawan..”
“maafkan kami, kami janji kami tidak akan mengulanginya lagi”
“tapi semuanya sudah terlambat. Lekas pergilah sebelum teman-temanku menemukanmu…”
“tapi kemana aku harus pergi? Aku sungguh tidak tahu tempat ini. Aku tersesat..”
“cepat pergilah! Maaf aku tidak bisa membantumu kali ini..”

Kakiku bergetar. Entah apa yang harus ku lakukan. Dan berlari.
“tunggu… sekarang kau tidak bisa lari!!!”

Aku terhenti seketika. Buaya-buaya ganas serentak menghadangku. Tanpa banyak pikir,  aku langsung berbalik arah. Saat ku berlari, sejenak ku menoleh ke belakang. Terlihat buaya dan ular berbondong-bondong mengejarku. Seakan mencoba unjuk kebolehan. Entah siapakah yang akan memperoleh sabuk kemenangan di arena memilukan ini.
“hai.. tunggu…sekalipun kau pergi,  kau akan tetap berakhir di perut kami, manusia bodoh….”

Aku tak menghiraukannya.Aku terus berlari. Hingga akhirnya….
Brukk…
Aku terjatuh. Tidak.Mereka semakin dekat.  Apa  yang  harus ku lakukan? Haruskah aku berakhir seperti ini?
Aku mencoba berdiri dengan susah payah. Dengan napas yang tinggal separuh, ku paksa bawa tubuh ini melenggang kemana pun itu.
“ kemari lah manusia, aku akan menolongmu…”
Aku mengamati sekeliling. Tidak ada siapa-siapa. Hanya gemericik air.
“siapa kau, ku mohon tolong aku…”
“keluarlah, aku di sini…”
“air, apakah kau air?”
“iya… aku air. Percayalah aku akan menolongmu”
“aku tidak percaya. Kau tidak sebening dulu. Bagaimana mungkin aku mempercayaimu?”
“ siapa tahu di dalam air kotormu terdapat buaya-buaya ganas… tidak. Aku tidak mau”
“iya, dulu aku bening dan jernih.  Tapi kini aku jelek…aku kotor…dan aku tak seindah dulu. Tapi percayalah, aku benar-benar akan menolongmu. Tidakkah kau lihat, mereka telah menemukanmu. Mungkin sebentar lagi kau akan menjadi santapannya…”

Bimbang.
“tapi mengapa kau menolongku?  Bukankah  kami  yang  telah merusakmu? Dan  bukankah kami yang telah membuatmu kotor seperti ini?”
Air pun tersenyum.
“karena aku adalah air. Bening atau tidaknya aku akan tetap mengalir.  Meski buruk perlakuan mereka terhadapku, namun tetap saja mereka tak bisa hidup tanpa aku. Dan aku tak bisa mengelaknya..”
“tapi…”
“percayalah. Aku adalah bagian dari kehidupanmu. Aku akan menyelamatkanmu…”

Saat ku tengok ke belakang. Tidak mungkin. Buaya dan ular semakin mendekat merayap.

“hai manusia, kau mau lari kemana? Menyerahlah sekarang. Lihatlah di depan sana. Jika kau terjun ke sungai hitam itu tetap saja kau akan diterkam oleh buaya…haha”

Aku masih tak menghiraukannya.
“baiklah air. Aku akan mempercayaimu. Tolong selamatkan aku kali ini…”
“bagus. Pilihan yang tepat…”
“lalu bagaimana aku harus membalas kebaikanmu?”

Air pun kembali tersenyum.

“cukup kembalikan aku seperti dulu. Yang bening. Yang dicintai banyak orang…”

Saat buaya hendak mengambil ancang-ancang dengan membelalakkan mulutnya, dan saat ular mencoba melilitkan tubuhnya ke kakiku… dan saat itulah…
Byurrr….
Segar. Nan basah.

“hai Samsul, cepat bangun! Bagaimana mungkin kau bisa tidur di saat banjir seperti ini.. Ayoo cepat bangun!!!”

Saat ku membuka mata. Aku pun tersenyum.

“ah.. air memang benar. Dan kini aku bermimpi lagi”.




Enik/ Matematika 2010
Pemenang lomba cerpen  dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia

Pemenang Lomba dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia

Pemenang lomba cerpen dalam rangka Hari Air Sedunia :

ENIK
MATEMATIKA 2010




Pemenang lomba opini unik dalam rangka Hari Air Sedunia :

LISA AGUSTIN
STATISTIKA/2012
"Mencanangkan program monitoring eksplorasi air bawah tanah dalam lingkungan FST untuk penyerapan air hujan yang berlebih"